Bab 286
Bab 286
Ruang Untukmu
Bab 286
Nando tidak begitu suka bertemu banyak orang di pesta, jadi dia lega bisa pergi dari sana dengan alasan membawa Jodi bermain
“Nona Tasya, Nyonya Prapanca ingin bertemu dengan Anda di tepi kolam,” ujar salah satu pelayan yang mendekati Tasya
Tasya agak bingung mendengarnya, tapi ketika dia melihat sekeliling, ternyata Nyonya Prapanca memang sedang tidak ada di tempat duduknya. Tasya pun menganggukkan kepalanya dan berkata, “Baiklah. Terima kasih sudah memberitahuku.”
Saat Elsa melihat Tasya keluar dari aula pesta, bibirnya tersenyum licik. Rencana Helen berjalan lancar.
Di tepi kolam renang, Tasya bertanya-tanya kenapa Nyonya Prapanca memilih tempat ini untuk mengajaknya berbicara. Dari jauh, dia melihat Helen sedang duduk di salah satu kursi santai di tepi kolam. Saat Helen melihat Tasya, dia berdiri dan berkata, “Wah, kamu datang juga!”
Saat itulah, Tasya sadar kalau dia ditipu. Dia mulai awas sambil menatap Helen dengan tajam. “Kenapa kamu menipuku dan menyuruhku datang kesini?” tanya Tasya.
“Tasya, apa kamu tadi bersama Elan? Sebenarnya apa yang sedang kalian lakukan? Apa kalian sedang bikin ulah di acara ulang tahun Nyonya Prapanca?” tanya Helen mencoba membuat Tasya marah.
Tasya bisa merasakan pipinya yang terasa panas. Apakah Helen melihat kami?
Tanpa menunggu jawaban Tasya, Helen melanjutkan, “Kamu benar-benar tidak keberatan kalau aku sudah tidur dengan Elan? Apa kamu ingin tahu bagaimana kami menghabiskan malam-malam bersama?” Helen menatapnya tajam dengan wajahnya yang angkuh.
“Yang aku tahu, itu terjadi saat Elan sedang mabuk.” Ujar Tasya berusaha tenang.
“Tidak peduli Elan sedang mabuk atau tidak, dia tetap saja tidur denganku, menciumku, dan memelukku erat. Aku sangat senang sampai aku pingsan dibawah tubuhnya.” Ujar Helen dengan wajah sombongnya, berusaha menceritakan apa yang terjadi malam itu.
“Hentikan,” ujar Tasya menyela perkataan Helen. Saat itu, dadanya terasa sesak.
“Tubuhnya benar-benar gagah dan dia sangat perkasa. Aku masih bisa mengingat tatapan matanya dan pelukannya yang erat saat itu. Aku ingat dia melepas jam tangannya dan memberikannya padaku. Jantungnya yang berdegup kencang, tubuhnya yang berkeringat,”mata Helen berbinar penuh rasa malu dan bahagia.
Mendengar perkataan Helen, Tasya merasa hatinya dipenuhi dengan rasa sakit. Mudah baginya untuk membayangkan bagaimana Helen dan Elan saling berpelukan, karena dia dan Elan baru saja melakukan hal yang sama tadi.
Ujung bibir Helen tersenyum simpul dan dia mendekati Tasya dengan senyum liciknya. “Aku juga sudah bilang pada Elan bagaimana kamu sampai bisa punya anak, Tasya. Ayahnya hanya seorang gig’lo menjijikkan. Siapa yang tahu sudan berapa banyak perempuan yang dia tiduri dalam sebulan? Lebih baik kamu segera memeriksakan dirimu karena kalau kamu mati karena penyakit menular mematikan itu, siapa nanti yang akan menjaga anak harammu.
Saat itu, Tasya sangat marah sampai tubuhnya gemetar. Meskipun dia tahu kalau Helen sedang berusaha membuatnya marah dengan perkataan kejamnya, dia sudah tidak bisa menahan amarahnya saat dia menghina anak laki-lakinya.
Sekarang, Helen sudah sangat dekat dengan Tasya. Cemoohannya terlihat jelas dari matanya. “Tasya, anakmu itu, punya darah menjijikkan! Mungkin nanti dia akan jadi seperti Ayahnya. Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, kan!” cibir Helen
“Helen Sanjaya, tutup mulutmu!” tegas Tasya.
Tasya menatap wajah angkuh Helen sambil mengepalkan tangannya, berusaha untuk menahan diri agar tidak menampar Helen.
Tapi, mata Helen melihat ke arah koridor dan tiba-tiba dia menarik tangan Tasya. “Kamu ingin menamparku, kan? Ayo! Tampar saja!” teriak Helen berusaha membuat Tasya semakin marah.
Tasya terkejut melihat sikapnya dan berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Helen.
“Memang kenapa kalau aku tidak diam? Aku ingin seisi dunia tahu siapa Ayah anakmu itu! Aku mau dia dibenci dan aku mau dia dipermalukan seumur hidupnya!” teriak Helen.
Mendengar perkataan Helen, Tasya terdiam. Dia menggertakkan giginya dan berkata dengan nada dingin, “Teruskan saja kalau kamu berani.”
Lalu, Tasya mulai merasa jijik dengan tangan Helen yang sedang mencengkram pergelangan tangannya. Jadi, dia mendorong Helen berusaha untuk lepas dari cengkramannya. Tapi, Helen tersenyum dan menatap Tasya, sambil menjatuhkan dirinya ke kolam yang ada tepat di belakangnya. Original content from NôvelDrama.Org.
Melihat ini, Tasya membeku. Belum sempat dia tersadar, dia mendengar seseorang berteriak di belakangnya, “Ya ampun! Ada yang jatuh ke dalam kolam! Tolong!”
Tasya tahu suara itu. Itu adalah suara Elsa.
Tak lama, dia mendengar suara perempuan lainnya. “Disini! Tolong, bantu kami!”
Next Chapter