Bab 129
Bab 129
Bab 129 Kebakaran
Saat itu, Vivin sepertinya menyadari pria flamboyan dan juga hangat itu, adalah Fabian yang dulu pernah ia kenal.
Matanya beralih dan menghindari tatapan Fabian. “Itu semua sudah berlalu, sudah tak penting untuk membahasnya sekarang.”
Tentu saja, apa yang sudah terjadi tak dapat dirubah lagi. Sebuah permintaan maaf tidak akan membuat segalanya jadi lebih baik.
Meskipun, dengan kata lain, Vivin mengetahui tak ada gunanya untuk mempertahankan itu dan dia tidak seharusnya membicarakan yang sudah-sudah.
Tidak mudah baginya untuk berpura-pura bahwa hal itu bukanlah masalah dan mengatakan pada Fabian jika dia sudah memaafkannya, namun dia juga tak ada maksud untuk melakukan balas dendam padanya.
Bagaimanapun, dia adalah cinta pertama yang pernah dicintainya sepenuh hati. Fabian telah hadir menjadi bagian yang menyenangkan selama masa mudanya dan dia tak ingin menghancurkan itu dan juga kenangan indah bersamanya.
“Vivin, Aku…” Fabian merasakan perih di hatinya. Baru saja dia ingin mengatakan sesuatu untuk melanjutkan, Vivin menatapnya dan berkata, “Terima kasih karena telah mengantarku. Aku harus pergi sekarang. Selamat tinggal.”
Tak memberi kesempatan untuk si pria merespon balik, Vivin berusaha melepaskan diri setelah ia selesai bicara dan segera keluar dari mobil.
Fabian tetap diam di dalam mobil sambil terus memperhatian bagian belakang Vivin, ia merasa patah hati.
Apakah dia tidak memberikan kesempatan untukku meminta maaf padanya?
Fabian terus duduk termangu di dalam mobil tanpa pergi meninggalkan vila. Sebelum ia. tersadar, dua jam sudah berlalu dan malam semakin gelap gulita.
Pria itu menampar wajahnya agar dapat tersadar kembali dan saat ia akan beranjak pergi ia mencium bau asap yang datang dari arah vila.
Sebelumnya, setelah Vivin keluar dari mobil Fabian, dia masuk ke dalam vila dan seperti biasa, dia menyantap makan malam dan mandi sebelum tidur.
Itu mungkin hanya perasaannya saja, tapi tidak seperti biasanya, khususnya malam ini Vivin merasa sangat mengantuk. Kepalanya sangat pusing sampai-sampai dia hampir terjatuh saat mandi dan langsung tertidur ketika dia sudah berada di atas kasur. Itu merupakan malam yang melelahkan baginya.
Vivin tak yakin berapa lama ia tertidur sampai saat dia terbangun karena mencium bau asap yang This content is © NôvelDrama.Org.
menyeruak ke dalam hidungnya.
Vivin terbatuk-batuk sambil berusaha untuk membuka mata, namun asap mengenai matanya. dan ia merasakan pedih.
Wanita itu dengan cepat menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal dan segera bangun dari. tempat tidurnya. Namun, dia merasakan keanehan pada saat ia mencoba untuk berdiri seluruh badannya terasa sakit dan begitu lemah untuk menopang tubuhnya.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Vivin tidak dapat mengetahui situasi pada saat itu dan segera menyalakan lampu meja yang ada di sebelah tempat tidur.
Setelah kamar menjadi terang, dia segera melihat kalau kamarnya sudah dipenuhi oleh asap yang sangat tebal.
A-Apa… rumah ini kebakaran?
Vivin sangat ketakutan. Pada saat yang sama, batuknya semakin parah karena bau asap yang terus masuk ke dalam hidungnya. Meskipun begitu, dia segera menenangkan dirinya dan berusaha untuk turun dari tempat tidur secepat yang ia bisa dengan tubuhnya yang masih kesakitan. Setelah menarik jaket tidurnya, Vivin berlari dengan cepat ke luar kamar.
Situasi yang ia lihat kemudian lebih menakutkan lagi!
Kobaran api yang sangat besar dengan asap berbentuk spiral telah membakar atap rumah.
Satu-satunya alasan mengapa situasi di dalam kamar tidak seburuk itu adalah karena pintu kamar tertutup sehingga bisa menjadi penghalang. Saat membuka pintu, Vivin tidak dapat melihat. dengan jelas seluruh lorong karena kobaran api.
“Muti! Lubis!” Meski sedang dalam bahaya, dia masih mengkhawatirkan dua orang tua yang mungkin berada di dalam kamar mereka. Namun demikian, walau ia memanggil mereka. berulang kali, tetap saja tidak ada jawaban. Saat itu juga, asap sudah masuk kedalam kerongkongan Vivin.
Wanita itu memutuskan untuk tidak mengkhawatirkan orang lain karena melihat situasinya, dan yang paling penting saat itu adalah bagaimana dia dapat keluar dengan selamat.
Tapi tidak ada jalan baginya untuk bisa ke luar rumah karena kobaran api yang sangat dahsyat!
Vivin memaksakan dirinya untuk tenang dan masuk kembali ke dalam kamar untuk mengunci pintu. Lalu, dia membawa selimut yang ada di kamar dan mencelupkannya kedalam air, lalu ia menutupi tubuhnya dengan selimut tersebut dan sekali lagi langsung berlari lagi ke luar kamar.
Dengan selimut basah sebagai pelindungnya, Vivin merasakan sedikit keberanian dan maju menghadang bahaya menuju lorong. Dia mencoba untuk tetap membungkuk agar ia tidak banyak menghirup asap.
Ketika dia berhasil sampai di ujung lorong, pada saat akan menuruni tangga, dia melihat bahwa situasi di tangga bahkan lebih buruk lagi. Beberapa anak tangga terbakar dan telah hancur, membuatnya semakin tidak mungkin untuk menuruni tangga itu.
Vivin jadi semakin bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, seketika dia melihat kabut putih mendesis ke arahnya.
Dia membeku sejenak sambil menatap kabut putih itu dan seketika, dia tersadar…
Itu alat pemadam kebakaran!
Kejadian berikutnya, seseorang bertubuh tinggi yang ia kenali muncul di balik kepulan kabut asap dan berlari menuju ke arahnya.
“Vivin! Vivin! Dimana kamu?”
Vivin merasa terkejut dan senang mendengar suara yang ia kenali itu, layaknya hal itu
merupakan kesempatan terakhir dalam hidupnya. “Fabian! Uhuk! Aku di sini Fabian!” Teriaknya.