Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 45



Bab 45 Selena dapat memastikan bahwa Harvey sangat terguncang setelah kematian adik

perempuannya. Dua tahun ini telah membuatnya kehilangan kesadaran psikologisnya. Tadi, Harvey benar—benar berpikiran untuk membunuhnya dan kemudian mati bersamanya, demi

menemani adik perempuannya! Olga masih belum datang. Tampak cahaya lain menerangi pemandangan di kejauhan dan mobil berhenti tidak jauh darinya.

Dengan kecerdasan Harvey, dia pasti segera menyadari bahwa dirinya belum pergi jauh, jadi dia berbalik. Terlihat pintu mobil terbuka dan pria itu buru—buru keluar dari mobil untuk melihat sekeliling seolah—olah sedang mencari sesuatu.

Segera dia berjalan ke arahnya, Selena meringkuk tercengang di tempat tanpa berani bergerak sedikit pun, jari-jarinya menegang memegangi sudut mantelnya.

Mendengar langkah kakinya makin dekat, Selena menahan napas karena takut, sambil memejamkan matanya.Content © NôvelDrama.Org.

Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Harvey. Jika Harvey menemukannya, apakah akan memintanya untuk mengganti nyawa Lanny?

Cinta lama dalam hidupnya kini telah menjadi orang yang berbeda. Hari ini adalah pertama kalinya dia merasakan ketakutan. Saat mendengar suara langkah kaki pria itu, jantungnya berdegup tidak beraturan.

Dia takut, sungguh sangat takut!

“Sreeek...” suara sepatu pria itu berderak di atas salju, seakan—akan suara mencabut nyawa yang

makin mendekat.

Wajah Selena menjadi pucat, kini hanya ada pohon besar tua di antara mereka, Harvey tiba—tiba

berhenti.

Setelah menunggu beberapa detik, dia kemudian mendengar suara gemeresik pria itu pergi. Pria

itu tidak menemukan dirinya, Selena sungguh merasa lega saat ini.

Namun, tak lama kemudian, dia menyadari bahwa ada beberapa tetes darah merah terang di

sisinya, yang terlihat jelas di bawah salju putih, jadi bagaimana mungkin pria itu tidak

menyadarinya?

Selena tidak tahu apa yang pria itu pikirkan selama jeda singkat itu. Yang jelas, Harvey membiarkannya pergi. Selena dengan hati-hati menjulurkan kepalanya keluar dan melihat punggung pria itu pergi

menjauh di bawah sinar bulan. Dia tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, hanya tampak lapisan kabut menyelimuti tubuh pria itu. Dia tiba—tiba merasa, mungkin ini adalah perpisahan diam-diamnya.

Ketika Olga bertemu dengannya, tubuh Selena yang kedinginan tampak berlumuran dengan darah, membuat Olga takut sampai menjerit. “Harvey pelakunya? Aku pastikan memberi bocah tengik itu pelajaran walau nyawaku taruhannya! Apa orang kaya sebegitu hebat?! Sudah berselingkuh, masih berani pula menganiaya istrinya! Aku akan menghubungi majalah gosip besok dan membeberkan semua kejahatannya!”

Selena menangis sambil tertawa, terlihat Olga yang hendak mengambil alat pencungkil bumper mobil untuk mendobrak pintu rumah Harvey.

“Kamu harusnya membawaku ke rumah sakit lebih dulu. Hal ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan dia. Dia juga nggak tahu kalau aku sedang sakit.”

“Sakit? Ada apa denganmu?” tanya Olga.

“Ceritanya panjang. Aku akan menceritakannya pelan—pelan kalau ada waktu nanti.”

Waktu telah menunjukkan dini hari saat Olga membawanya ke rumah sakit untuk mengobati lukanya, kemudian kembali pulang. Sekembalinya ke apartemen Selena, Olga duduk di hadapannya dengan wajah datar. “Katakan

padaku, apa yang kamu sembunyikan dariku! Dari mana asal luka di lenganmu ini?”

“Olga, kamu harus siap secara mental untuk apa yang akan aku katakan selanjutnya.”

Olga menyalakan rokok dengan santai, dengan ekspresi arogan di wajahnya. “Apa? Kamu meremehkan kakakmu ini? Memangnya, masalah besar apa yang belum pernah aku hadapi?

Katakan saja secara terus terang. Kalau aku terkejut, aku akan menulis namaku terbalik.”

“Aku nggak akan hidup lebih lama lagi.”

Postur tubuh Olga yang sedang merokok menegang saat dia mendengar Selena berkata lagi, “Aku kena kanker perut.” Olga yang membeku tampak linglung selama beberapa detik, lalu tersedak dan terbatuk—batuk.

Ketika tersadar, dia segera memadamkan rokoknya dan terbatuk hingga mengeluarkan air mata.

Dia tidak tahu harus bagaimana, dia gemetar dengan air mata berlinang dan memadamkan rokoknya, tetapi jari-jarinya tidak sengaja menjatuhkan cangkir sehingga air tumpah ke seluruh

meja.

Dia buru-buru mengambil tisu dan mengelapnya dengan sembarangan. Karena tangannya menyeka terlalu kuat, membuat semua yang ada di atas meja ikut jatuh ke lantai.

+15 BONUS Salah satu botol obat asam lambung yang masih belum ditutup jatuh di atas meja dan beberapa butir berserakan ke lantai. Terlihat tutupnya yang berwarna putih berputar—putar di lantai,

sebelum akhirnya perlahan-lahan berhenti.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.